SENJA
Aku hanya seorang manusia.
Manusia yang sangat mengagumi senja. Senja untukku, adalah bagian yang tak
terpisahkan dan tak boleh terlewatkan. Senja merupakan lukisan yang tak pernah
membosankan, senja seperti goresan-goresan tinta oranye, yang dilukiskan Tuhan
untuk dikagumi. Diary Dili, 18 Desember 2012.
KRIIINGGGGGGG~
Brakk brakk brukk brukk~~
“aduuhh, sial amat gue sih, >.<” kata seorang
perempuan dengan memegang kepalanya yang dengan ringannya mencium lantai.
“mati gue jam 7!” kata perempuan itu setelah menyentuh
wekker spongebob nya itu.
“brisik lu ah!” kata perempuan yang satu nya sambil
menarik selimut tanda ingin kembali tidur.
“heh semprul, ini udah jam 7, lu kaga kuliah? Pak
Tjahjo nih!” kata perempuan yang masih terduduk dilantai kamarnya. Kemudian ia
berdiri dan berlari menuju almari. Diambilnya baju sragam kuliah biru-biru nya
lalu melesat ke kamar mandi.
“hayaahh gue mah kaga sekelas sama lu, jadi gue libur
pagi ini. Ganggu aja deh!” kata perempuan yang masih stay di atas tempat tidur dengan santainya menarik selimut dan
kemudian tidur lagi.
Dila dan Dili merupakan saudara kembar identik. Mereka
berdua kuliah di satu universitas yang sama, wajah oval putih bersih. wajah
mereka persis sama, hanya Dila sedikit leboh pendek daripada Dili.
“La, lo kaga kuliah hari ini yak? Masih molor aja deh”
Tanya Dili setelah melihat kakak kembarnya -yang berselisih hanya 5 menit-
masih meringkuk di tempat tidur.
“kaga. Gw kagak ada kuliah hari ini. Lo kuliah siapa
emang?” Tanya Dila masih sambil santai ditempat tidur.
“gw pak Tjahjo nih, sebenernya males berangkat.
Ujung-ujungnya ntar juga gaada pertanyaan, trus dia nya ngomong ngalor-ngidul
gitu. Males gw.” Kata Dili sambil bercermin memakai jilbab biru nya.
“yaudah bolos aja. Hahaha enakan gw dil, masih oke
ditempat tidur gini haha” kata Dila.
“bodo amat deh. Gw ke kampus kan sambil menyelam minum
air. Haha” kata Dili.
“haha iyadeh iya yang lagi naksir kakak tingkat” kata
Dila kemudian pergi meninggalkan Dili sendiri dengan senyumannya.
“hahaha tau aja itu anak gw lagi semangat berangkat
kuliah gini hehe” kata Dili yang kemudian mengambil Tas kuliahnya dan bergegas
sarapan.
***
“bro lu kuliah apa hari ini?” kata seseorang dari
dalam kamar mandi.
“patologi cuy, kenape?” jawab seorang yang tinggi atletis
dengan kulit bersih dan wajah emmmm tampan.
“eh lo pak Kus?” Teriak orang itu dari dalam kamar
mandi lagi.
“iyaa.. lo makanya buruan dong, takut telat nih gw!”
jawab orang yang biasa dipanggil Satria.
“iye ye, ini udah selesai bro.” kata orang yang baru
saja keluar dari Kaman mandi.
“Ndi, lo sarapannya di kampus aja ya? Gw buru-buru
banget ini.” Kata Satria kepada Andi.
“trus lo nggak sarapan gitu?” kata Andi.
“gw mah gampang, yang jelas gw gak telat dulu, ayok
buruan..”
“ehh tapi lo kan pu….. eh iya tunggu guee!!!” kata
Andi terputus mendengar Satria sudah menyalakan motornya. Kemudian ia dan
Satria berngkat ke kampus dengan 60 km/jam.
***
Senja-Mu, sesuatu yang tak pernah
bisa aku pungkiri bahwa itu keindahan.
Senja-Mu, sesuatu yang selalu kurindukan.
Senja-Mu, adalah bagian dari
goresan luar biasa dilangit.
Senja-Mu, adalah sesuatu yang
selalu mengingatkanku bagaimana caranya bersyukur.
“ehm.. liat senja ya buk?” kata
salah seorang laki-aki yang kuingat betul siapa dia.
“haha iya.. bagus” kataku.
“senja emang sesuatu yang pantas
dan harus dikagumi”
“iya.. kamu suka senja?”
“iya suka, walaupun senja pernah
sekali memberikan kenangan buruk padaku”
“kenangan buruk?”
“senja membuat orang yang aku
sayang dan aku butuhkan meninggalkanku untuk selamanya”
“selamanya?”
Dia hanya tersenyum lalu pergi
meninggalkanku dengan senja yang kemerahan menemaniku dalam kesendirian. Diary
Dili, 20 Desember 2012.
“Li, lo nggak makan?” Tanya Dila disudut pintu kamar.
“nggak laper gue, lo aja duluan sama mama.” Kata Dili
menolak.
“lo nggak papa kan? Sehat gitu buk?” kata Dila
memastikan bahwa aku tidak sakit.
“lo makan dulu aja sono ah.” Kata Dili.
“iyeeeee…” kata Dila kemudian pergi.
“hhhh.. kenapa sih lo sat? muka lo pucet, lo ngomong
tentang senja juga ngelantur, senja lo bilang indah dan harus disyukuri, tapi
kenapa ada kenangan buruk dibalik senja? Apa sebenernya kenangan lo?” kata Dili
sambil memandang Diary yang belum kering tintanya.
“Sat, gue suka senja karena lo. Gue mengagumi senja
sejak awal lo ajak gue ke tempat itu, tempat dimana gue bisa liat senja dengan
indahnya. Membayangkan setiap goresan tinta oranye itu dengan kekaguman. Tapi
baru sekarang gue tau senja bikin lo kehilangan orang yang lo sayang.” Kata
Dili kemudian meraih handphone nya. Mengutak-atik nya sebentar dan
meletakkannya kembali.
Tring!
From: Satria
I’m OK Dili, aku nggak papa kok. td itu anggep aja aku
lagi curhat sama senja.
Dili menghembuskan nafas dalam setelah membaca balasan
SMS dari Satria. Sebelumnya dia menulis SMS berbunyi, “are you OK, Sat?” dan
melihat jawaban satria yang seperti itu, sedikit merasa lega, namun tak bisa
dipungkiri ia merasa Satria aneh belakangan ini.
To: Satria
You know you can tell me everything, right?
Tring!
From: Satria
Ya, I know pretty, I’m fine right now J don’t worry...
“hhhh~ yaudahlah, mungkin dia belom mau cerita..” Dili
menghela nafas nya panjang.
Dili melemparkan nokia c3 nya dengan kasar di kasur.
Membingungkan. Sungguh membingungkan.
Tring!
From: Satria
Sibuk? Aku tunggu di taman depan sekarang ya..
“kenapa lagi ini bocah, tadi cuek bgt, sekarang
begini.” Oceh dili sambil mengambil jaket dan bergegas keluar.
“ma, Dila, aku ke taman depan dulu ya,” pamit Dili
“eh mau ngapain? Sendirian? Malem-malem gini?” Tanya
Dila.
“ketemu satria, bentar doang kok..” kata Dili sambil
berjalan keluar.
“satria? Siapa satria?” Tanya mama kepada Dila
Dila hanya mengangkat bahu nya.
***
Dili melihat sosok itu. Laki-laki yang sedang duduk
itu, yang belakangan mengisi hati dan pikirannya. Namun, disanggahnya
pernyataan benar dari dalam dirinya itu. Dia mengganggap laki-laki itu kakak
serta sahabat yang baik. Dili yakin, Satria mempunyai selera yang bagus dalam
hal wanita, maka dari itu Dili tak berani berharap kepadanya.
“ehm..” dehem dili.
Satria menoleh ke sumber suara.
“sini Dil.” Ujar Satria sambil menepuk bangku
disebelahnya.
Dili berjalan pelan kemudian duduk tepat disamping
satria.
“ada apa?” Tanya Dili dengan penasaran.
“gapapa, Cuma pengen liat bintang sama kamu.” Kata
Satria Santai sambil menengadah ke langit.
INI ANAK! Batin Dili.
“eh mau denger aku nyanyi? Pas bgt nih aku bawa
gitar.” Kata Satria setelah lama kita berdiam sibuk dengan pikiran
masing-masing.
“tapi jangan galau ya, ini lagu sedih soalnya..” kata
Satria sambil mengambil gitarnya. Dili hanya mengangguk.
Seperti bintang-bintang, hilang
ditelan malam,
bagai harus melangkah, tanpa ku
tahu arah,
lepaskan aku dr derita tak
bertepi,
saat kau tak disini.
Kemudian Satria menoleh kearah Dili. Dia bernyanyi
sambil menatap Dili.
Seperti dedaunan, berjatuhan
ditaman,
bagaikan debur ombak, mampu
pecahkan karang,
lepaskan aku dari derita tak
berakhir, saat kau tak disini.
Intro
Saat kau tak ada, atau kau tak
disini,
terpenjara sepi, ku nikmati
sendiri,
tak terhitung waktu tuk
melupakanmu,
aku tak pernah bisa, aku tak
pernah bisa, aku tak pernah bisa...
petikan dawai gitar yang Dili dengar malam itu,
benar-benar menjadi petikan yang sangat Indah.
Masih bersambung yaa :P